“Seharusnya Kita Malu Pada Jokowi” Tulisan Netizen Ini Menggugah Hati,








Pewarta Berita.com – Tertangkapnya Arsyad alias Imen atas kasus penculikan dan pencobaan pencabulan terhadap gadis 10 tahun di Kawasan Puncak telah membuka tabir lama. Pasalnya, pada tahun 2014 silam, Arsyad yang saat itu bekerja sebagai penjual sate diamankan aparat kepolisian setelah mengunggah foto seronok rekayasa bergambar Jokowi dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di akun Facebook miliknya.

Saat itu, keluarga Arsyad berusaha mati-matian agar Arsyad dimaafkan. Fadli Zon cs juga berusaha membela Arsyad bahkan mendatangi keluarga Arsyad hingga ke rumahnya. Pada akhirnya Presiden Jokowi memaafkan Arsyad dan pihak kepolisian menangguhkan penahanan pemuda itu. Banyak pihak menyayangkan sikap Jokowi namun berusaha memahami bahwa pada dasarnya Sang Presiden itu berjiwa sabar. Bahkan sejak masih di Solo hingga sekarang menjadi pemimpin negara, Presiden Jokowi selalu memperlihatkan kesabarannya tanpa mengurangi kewibawaannya.


Melihat sikap Jokowi itu, seharusnya kita malu. Mengapa? Tulisan Maulida Nur Fadhila di bawah ini mungkin bisa menjawabnya.


Mengapa Kita Seharusnya Malu Sama Jokowi?


Hampir 2 tahun menjadi orang nomor 1 di negeri ini, sosok Joko Widodo tak pernah luput dari sorotan dan kontroversi. Membicarakan Jokowi sama saja dengan berbicara mengenai pro dan kontra. Ada yang dengan setia mendukung kebijakan dan pemerintahan Jokowi.


Ada pula yang tidak pernah berhenti menuliskan atau menyebarkan sesuatu yang negatif mengenai Presiden Indonesia ke-7 ini. Seperti yang baru-baru ini ramai di media sosial, Jokowi dikritik karena lebih memilih berlebaran di Padang ketimbang sungkem pada ibundanya. Kritikan ini disambut sinis oleh sebagian besar netizen.


Menurut mereka, tidak perlu mengurusi masalah pribadi Jokowi sampai sedetail itu. Kalaupun harus mengkritik, maka kritiklah kebijakannya saja. Tetapi Jokowi terlampau menarik untuk dibahas sebatas perannya sebagai kepala negara. Mungkin karena kehabisan bahan, haters Jokowi sampai harus mempertanyakan kejelasan status keluarga Jokowi.


Padahal kalau mau menggunakan akal sehat, pentingkah itu semua? Kalaupun Jokowi tidak punya asal usul yang jelas, yang terpenting beliau siap bertanggung jawab dengan tugasnya sebagai presiden. Bukankah itu yang seharusnya kita kritisi sebagai warga negara yang baik?


Daripada mempertanyakan motivasi Jokowi menghabiskan libur lebarannya di Padang atau meragukan status ibunda Jokowi, lebih baik membahas pencapaian beliau yang membuat kita bangga belakangan ini. Setidaknya, itu akan menanamkan rasa bangga kita kepada pemimpin kita sendiri ketimbang menebar hasutan yang mengarah ke perkara pribadi. Membahas hal-hal positif mengenai seseorang apalagi pemimpin akan membantu kita merasakan hal yang juga positif. Bukan begitu? Tentu saja itu yang kita inginkan.


Seperti biasa, Joko Widodo memainkan bidak-bidak caturnya dengan cantik dan berani. Beliau adalah kuda hitam yang sering membuat kejutan. Teringat saat akan menjadi presiden dulu, beliau diolok-olok tidak pandai bicara dan diprediksi tidak akan mampu berbuat tegas.


Pembawaan beliau dinilai kurang berwibawa sebagai presiden sehingga dikhawatirkan menurunkan wibawa Negara Indonesia di mata negara-negara lain. Namun saat menjabat, semua dugaan buruk tersebut sama sekali tidak terbukti.


Sebaliknya, Jokowi membuat kepala bangsa ini yang semula terus menunduk menjadi tegak kembali. Beliau menunjukan bahwa wibawa tak semata lahir dari badan yang besar dan latar belakang militer, wibawa lahir dari keberanian dan ketegasan.


Ketika lebih dari 50 kapal China mengambil ikan di Natuna sepanjang tahun 2016, Jokowi tidak tinggal diam. Bersama dengan beberapa menterinya, Jokowi menyelenggarakan rapat terbatas di atas KRI Imam Bonjol di wilayah perairan Natuna.


Rapat yang dilakukan di atas kapal ini seakan-akan memberi sinyal kepada China bahwa Indonesia serius menindak pencuri ikan di Natuna. Tindakan tegas pemerintah belakangan ini akan membuat China berpikir 1000 kali sebelum mengambil ikan-ikan di wilayah yang bukan miliknya itu.


Tidak hanya memberikan sanksi kepada kapal yang mencuri ikan. Dalam rapat terbatas (ratas) itu, Jokowi meminta agar kemampuan TNI untuk menjaga perairan Natuna lebih ditingkatkan. Presiden menginstruksikan TNI dan Bakamla untuk mengerahkan semua teknologi terbaik demi keamanan di sana.


Langkah Jokowi ini terbilang sangat berani dan keberanian tersebut mendapatkan apresiasi dari negara-negara lainnya. Filipina bahkan menggambarkan sosok Jokowi sebagai petarung yang melawan gurita (China) dalam karikatur yang mereka buat.


Jika negara lain saja begitu bangga dengan keberanian Jokowi, mengapa kita mengabaikannya begitu saja? Pemimpin kita melakukan hal yang membuat negara kita dihormati bangsa lain. Mengapa itu tidak dijadikan bahasan yang terus kita gaungkan?


Sebagai rakyatnya, justru banyak orang yang lebih suka mengkritisi masalah-masalah pribadi Jokowi. Mulai asal usul keluarganya, tempat mengabiskan lebarannya sampai sikapnya menanggapi kemacetan di pintu tol Brebes. Apa tidak ada sedikitpun tempat untuk membicarakan hal yang lebih penting dari beliau? Jika kita tidak ikut membantu menyelesaikan tugas beliau yang amat berat sebagai presiden, minimal kita ikut mengapresiasi kinerja beliau yang brilian tapi sering diabaikan.


Jokowi dilahirkan dengan jiwa pemimpin. Sebagai Pemimpin, beliau pasti menyadari bahwa segala tindak tanduknya sedikit banyak menuai hujatan. Beliau menanggapi hal ini dengan elegan dan santai. Sebuah video adu panco antara dirinya dengan putra bungsu, Kaesang Pangarep, mengungkapkan apa yang ingin beliau sampaikan. Dalam video tersebut, Jokowi berkata: “Orang badannya besar begini belum tentu kuat. Yang besar itu adalah yang kuat kesabarannya,yang besar adalah yang kuat kesalehannya.”


Itulah kekuatan sejati seorang pemimpin. Di saat para penghujat sibuk mengurusi keburukan yang diragukan kebenarannya, beliau terus melakukan hal-hal yang membuat Indonesia bangga. Ketika kewibawaaannya dipertanyakan, beliau membuat dunia terkagum padanya. Itulah mengapa seharusnya kita malu sama Pak Jokowi. Malu karena tidak ikut berbuat tapi cepat mengkritik. Malu karena tidak berperan tapi menyepelekan.



(qureta.com)



Source link



Tidak ada komentar:

Posting Komentar