Tim Kuasa Hukum Jessica Kumala Wongso membacakan duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2016).
Dari penjabaran tim kuasa hukum dalam duplik tersebut, mereka mendapatkan beberapa kesimpulan. Pertama, hasil pemeriksaan Puslabfor Polri menunjukkan bahwa es kopi vietnam yang diminum Mirna mengandung sianida.
Namun, hasil pemeriksaan Puslabfor Polri juga menyatakan bahwa tidak terdapat sianida dalam cairan lambung Mirna yang diambil 70 menit setelah kematiannya. Salah satu kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, menyatakan, kedua hal tersebut tidak bisa diabaikan karena sama-sama hasil pemeriksaan Puslabfor Polri.
“Sianida di dalam kopi dimasukkan setelah Mirna meninggal. Hanya itu alasan yang logis. Kalau ada sianida sebelum diminum, pasti ada sianida di tubuh korban,” ujar Otto di dalam persidangan, Kamis malam.
Kedua, tidak adanya sianida di dalam tubuh Mirna berdasarkan hasil Pemeriksaan Puslabfor Polri menunjukkan bahwa di dalam tubuh Mirna memang benar tidak ada sianida. Ketiga, adapun setelah beberapa hari ditemukan 0,2 miligram per liter sianida di dalam sampel lambung Mirna, Otto menyebut racun tersebut tidak masuk melalui mulut.
“Itu peristiwa pasca-kematian, post-mortem process, karena sudah masuk embalming (pemberian formalin) sehingga terjadi pembusukan atau mungkin karena makanan atau sianida asli,” kata dia.
Keempat, adanya 0,2 miligram per liter sianida tidak langsung menunjukkan bahwa kematian Mirna disebabkan oleh racun tersebut. Otto menyebut adanya kemungkinan lain sepert penyakit.
Untuk memastikan penyebab kematian Mirna, tidak ada cara lain selain melakukan otopsi. Namun, jenazah Mirna tidak diotopsi.
“Semua ahli mengatakan, baik yang diajukan penuntut umum maupun penasihat hukum, termasuk Krishna Murti polisi, juga mengatakan no autopsy, no case, karena otopsi satu-satunya alat yang digunakan pengadilan untuk mengetahui matinya korban,” ucap Otto.
Kesimpulan kelima, Otto menyatakan bahwa selain di lambung, hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya sianida dan bio marker-nya yakni tiosianat. Oleh karena itu, Otto menyebut di dalam tubuh Mirna dipastikan tidak ada sianida.
Selanjutnya, tim kuasa hukum Jessica menilai bahwa dokter forensik Slamet Purnomo, yang memeriksa Mirna, tidak menyimpulkan penyebab kematian Mirna berdasarkan hasil pemeriksaannya.
Slamet, kata Otto, membuat kesimpulan soal kematian Mirna karena merujuk keterangan ahli toksikologi forensik Nursamran Subandi yang menyatakan kopi yang diminum Mirna mengandung sianida.
“Dia (Slamet) hanya merujuk pada Nursamran karena Mirna meminum 298 miligram per liter sianida. Sebagai ahli, dia tidak menyimpulkan hasil pemeriksaannya,” tutur Otto.
Kemudian, hingga saat ini, Puslabfor Polri disebut tidak pernah membuat visum et repertum yang merupakan hasil pemeriksaan. Persidangan juga hanya menyimpulkan kematian Mirna berdasarkan keterangan-keterangan.
“Hasil labkrim tidak pernah dibaca, dianalisa, sehingga kematian korban menjadi gantung sehingga tidak bisa dipastikan kematiannya karena apa,” sebut Otto
Semua alat bukti tidak terpenuhi
Selain kesimpulan-kesimpulan di atas, tim kuasa hukum Jessica menyatakan bahwa alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak terpenuhi dalam sidang perkara kematian tersebut.
Pertama, sebagai terdakwa, Jessica tidak mengakui perbuatannya sehingga alat bukti keterangan terdakwa tidak terpenuhi. Kedua, alat bukti surat berupa visum et repertum dan hasil pemeriksaan labkrim Puslabfor Polri juga disebut tidak terpenuhi.
Selain itu, diketahui bahwa di dalam lambung Mirna ada limfosit yang menandakan lambung korosif karena penyakit kronis, juga ditemukan obat sakit lambung. Sehingga tim kuasa hukum Jessica berkesimpulan bahwa sejak sebelum Mirna meninggal, dia sudah memiliki riwayat sakit lambung.
Tanda-tanda krosif di lambung Mirna disebabkan oleh penyakitnya tersebut, bukan efek dari sianida. Ketiga, dari 17 saksi yang merupakan pegawai Kafe Olivier, tidak ada satu pun saksi yang melihat Jessica memasukkan sianida ke dalam gelas, memegang sedotan, dan menggeser gelas tersebut.
“Maka, unsur keterangan saksi itu tidak terpenuhi,” kata Otto.
Kemudian, keterangan ahli patologi yang menyebutkan apabila tidak ada kematian yang disebabkan oleh sianida, maka tidak ada kasus pembunuhan tersebut. Oleh karena itu, Otto menyebut tdak ada kasus pidana karena memang tidak ada kasus pembunuhan.
Khusus untuk keterangan ahli digital forensik AKBP M Nuh Al Azhar dan Christopher Hariman Rianto, tim kuasa hukum Jessica meminta keterangan keduanya tidak dipertimbangkan karena mereka tidak menyerahkan flashdisk berisi rekaman CCTV yang mereka analisis.
Keterangan keduanya tidak bisa digunakan sebagai keterangan ahli karena rekaman CCTV yang mereka analisis tidak diserahkan.
“Jadi, kalau gambarnya tidak ada, maka bagaimana yang kita lihat? Kalau CCTV-nya enggak dikasih. Dengan demikian, keterangan ahli Nuh dan Christopher harus dinyatakan gugur atau tidak dapat digunakan. Alat bukti tidak memiliki pembuktian,” ungkap Otto.
Berdasarkan alasan-alasan yang disebutkan Otto, tim kuasa hukum meminta majelis hakim membebaskan Jessica.
“Izinkan kami memohon atas nama terdakwa, menimbang dengan baik kiranya Yang Mulia bebaskan terdakwa. Dia tidak bersalah,” ucap Otto.
Penulis : Nursita Sari
Editor : Fidel Ali
kompas.com
Bagikan di Facebook
Bagikan di Twitter