Salinan BAP "Belanja Media" Agar Diam, Bocor...!! Ternyata Begini Cara Keji Jatuhkan Ahok



Jaksa penuntut umum mengungkapkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa ada uang ratusan juta rupiah yang digelontorkan Lippo Group untuk keperluan pencitraan bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. 



Informasi itu terungkap dari email yang ditampilkan jaksa pada persidangan perkara suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.





Email yang ditampilkan itu berisi proposal pengajuan dana untuk membayar sejumlah media yang dikirim Direktur Utama PT Kobo Media Spirit Stevanus Slamet Wibowo kepada Paul Montolalu, karyawan Lippo. Slamet merupakan konsultan media Lippo Group.



Pada email itu, tertulis nama sejumlah media beserta nominal yang akan dibayarkan. Totalnya ada 14 media, termasuk Koran Tempo dan Majalah Tempo. Untuk Koran Tempo harganya Rp 400 juta, sedang Majalah Tempo keterangannya adalah adhoc bassed.



Slamet mengatakan proposal itu diajukan agar Lippo menggelontorkan uang kepada media agar pemberitaan tentang Nurhadi dan Lippo tetap positif pasca adanya operasi tangkap tangan. “Uang itu untuk memberikan pelayanan kepada media,” kata Slamet menjelaskan ihwal proposal dalam email kepada majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 19 Oktober 2016.



Slamet menyebutkan total uang yang cair dari proposal itu adalah sebesar Rp 600 juta. Ia mangatakan jumlah yang ia ajukan memang tidak selalu disetujui.



Dalam pendistribusian fulus untuk media itu, Slamet dibantu oleh koordinator yang ia sebut sebagai pawang. Agar mudah dalam mengatur aliran dana, ia memilih pawang dari perusahaannya sendiri. “Supaya permainan uangnya bisa kita kendalikan,” katanya.



Sebagai seorang marketing, Slamet tak menyerahkan uang Rp 600 juta sepenuhnya kepada pawang. Ia memotongnya untuk diambil sebagai bayarannya. Sisanya, baru ia serahkan kepada pawang yang akan membagikannya kepada wartawan.



“Yang sudah diserahkan klien saya sekitar Rp 600 juta. Dari saya ke pawang, dia ngaku didistribusikan ke media,” kata Slamet. Ia berujar, saat ini, uang itu sudah habis.



Pemimpin redaksi Koran Tempo Daru Priyambodo membantah pernah menerima permintaan ihwal berita pencitraan Nurhadi ataupun Lippo. Dia menegaskan, untuk pemuatan berita di Tempo tak perlu ada permintaan, apalagi harus membayar. “Selama layak untuk dimuat, akan diberitakan. Jika tidak layak, tentu tak akan diberitakan,” ujarnya.



Redaktur Eksekutif Majalah Tempo Budi Setyarso juga membantah ada aliran dana untuk pemuatan berita Nurhadi. “Sejauh ini, tidak ditemukan berita positif tentang Nurhadi di Majalah Tempo. Semua berdasarkan keterangan sumber yang kompeten. Namun, bila penuduh bisa membuktikan tuduhannya, kami akan memecat wartawan yang dia maksud,” tuturnya.



Slamet menjadi saksi bagi terdakwa Edy Nasution. Edy didakwa menerima suap sebesar Rp 1,7 miliar dari petinggi Lippo Group. Uang Rp 1,7 miliar itu diterima Edy secara bertahap.



Uang itu juga diduga diberikan agar Edy membantu pengurusan sejumlah perkara yang menjerat anak-anak perusahaan Lippo Group. Di antaranya adalah PT Jakarta Baru Cosmopolitan, PT Paramaount Enterprise Internasional, PT Mitropolitan Tirta Perdana, dan PT Across Asia Limited.



Dalam perkara ini, nama Nurhadi kerap muncul. Ia disebut sebagai promotor yang membantu pengurusan perkara-perkara Lippo Group tersebut.



Hal ini diangkat akun kurawa dalam sebuah kultwit ‘mengerikan’. BAP belanja media agar diam sama modusnya saat Tempo menjatuhkan Ahok, berikut redaksi kutipkan:


Ternyata, media besar dan ternama bisa dibayar untuk pencitraan dan untuk mendiskreditkan seseorang termasuk pembunuhan karakter. Bagaimana menurut anda?

Penulis: Vita Risma | beritateratas.com





Tidak ada komentar:

Posting Komentar